Catatan:

Kamis, 12 Desember 2013

Mengunjungi Desa Tertinggi di Jawa (Part III)

Teks dan foto oleh Yudi Indra Setyawan


Di tengah perjalanan, saya berhenti di pertigaan yang biasa disebut Jemplang. Entah kenapa nama itu diberikan, mungkin karena disitu terdapat pos penjagaan TN-BTS yang dilengkapi portal. Sehingga masyarakat menyebutnya (Jemplangan=jungkat-jungkit dalam bahasa jawa). Di pertigaan itu ada tiga warung makanan yang berjajar di tepi jalan. Disitu mulai terlihat keramaian, rupanya para crosser dengan motor gagah mereka menjadikan tempat itu sebagai meeting point.

“Ah nanti saja mampir sini,” pikirku. Kulanjutkan perjalananku. Seketika saya pun menoleh ke kiri. Di tempat ini lah saya pertama kali takjub dengan keindahan alam ciptaan Tuhan. Disini lah pertama kali aku ingin bersujud untuk mengaggumi kekuasaan Tuhan.

Tempat inilah yang biasa disebut Savanna Bromo.

Savanna Bromo dilihat dari tepi jalan menuju Ranu Pani
Berbukit-bukit indah hijau membentang. Sejauh mata memandang hanya terdapat bukit-bukit yang berwarna hijau. Pernah menonton film Teletubies? Dengan gundukan-gundukan indah berwarna hijau yang menghiasi hampir keseluruhan frame? Ya kira-kira seperti itulah pemandangan disini. Maka tak jarang orang menyebutnya Bukit Teletubies.
            
Sepanjang perjalanan, mata telanjangku disuguhi pemandangan indah ini. Hampir sejauh 3 km savanna ini menemaniku di sisi kiri jalan. Bukit-bukit indah itu berangsur-angsur hilang dari pandangan, tertutup hutan dan jalanan yang semakin menjauh dari bibir savanna. Saya kembali berkonsentrasi di jalanan yang kanan kirinya dipenuhi dengan perkebunan sayur warga.
            
10 menit kemudian, tibalah diriku di gerbang masuk desa. Dari kejauhan sudah Nampak rumah-rumah penduduk khas pegunungan, pendek dan sedikit ventilasi terbuka. Berjajar di perbukitan bagaikan butiran beras yang tercecer di rerumputan hijau. Kabut hilir mudik melintasi pesona alam disana. Dingin menusuk jauh ke dalam tulang. Angin bertiup sepoi seolah tiada henti. Tidak heran jika tempat ini dinobatkan sebagai desa tertinggi di Jawa.

Memasuki Desa Ranu Pani dengan background Gunung Semeru (3,676mdpl) yang mengeluarkan asap
 Tanaman bawang tumbuh subur disini
Ranu Pani (2,200 mdpl) Begitu tulisan yang terpampang di atas pintu masuk desa ini.
            
Dalam bahasa Suku Tengger, Ranu berarti Danau. Mengunjungi dan tinggal di desa yang terletak di ketinggian 2,200 mdpl jelas bukan perkara mudah. Sun block, topi, dan sarung tangan adalah perlengkapan wajib disini. Selesai memarkir kendaraan di tepian danau, saya bergegas menyusuri tepian danau yang indah ini untuk previsualisasi menemukan spot yang indah untuk memotret. Dan akhirnya kutemukan juga.

Ranu Pani
Selesai menggoreskan tinta berupa cahaya. Saya bergegas pindah ke sisi lain jauh di ujung selatan danau. Warga sekitar memberitahuku kalau disitu terdapat jalan masuk menuju Ranu Regulo. Yaitu danau alami lain yang letaknya bersebelahan dengan Ranu Pani. Tidak sampai 10 menit berjalan kaki, tibalah saya di Ranu Regulo. Tidak begitu luas, namun airnya bersih. Disekeliling danau tersebut tampak beberapa lahan eksperimen konservasi tanaman edelweiss yang saat ini di TN-BTS terancam populasinya. Tanah lapang disekeliling danau ini terasa pas untuk camping. “Lain kali saja kesini dan mendirikan tenda hehehe..” pikirku.



 Ranu Regulo yang terletak dibelakang Ranu Pani
Sisi seberang Ranu Regulo
Selesai eksplore, saya sempatkan untuk mengitari danau lagi dan menuju ke pos pemberangkatan pendakian Gunung Semeru. Sekedar mengingat memory masa lalu dengan kawan-kawanku tercinta. Selepas duduk sejenak, tepat pukul 16.00,  aku pun beranjak mengitari danau lagi dan mengambil motor, kembali ke Desa Ngadas.

Perjalanan sore itu sungguh sangat mengagumkan, matahari dengan cahaya hangatnya kembali menerpa savanna yang hijau menggoda. Saya singgah di Jemplangan yang tadi kulewati untuk sekedar menyeruput  secangkir kopi panas nikmat khas Suku tengger. Sambil menikmati suasana sore, diriku duduk diam melamun memandang ke savanna luas di depan mata. Tidak ketinggalan pula, peralatan menggambarku juga ikut memperhatikan indahnya alam ciptaan Tuhan ini.

Pemandangan tepian savanna. Tebing yang indah dan hijau disinari cahaya lembut matahari
Jalanan indah di Desa Ngadas saat matahari mulai terbenam. Desa diatas awan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar