Udara dingin menembus dengan pelan melalui bilik jendela di
kamar. Seolah pepohonan disekitar rumah menghela nafas. Sapuan anginya menerpa
wajah dengan lembut dan membangunkanku pagi itu. Kulihat Consina digital watch
ku menunjukkan pukul 05.10 hari sabtu. Segera kulihat keluar jendela. Hari itu
tampak berbeda, langit bagaikan kanvas lukis yang telah dilukis gradasi ungu ke
biru. Seperti nya hari ini cerah, gumamku dalam hati. Saya pun naik ke lantai tiga,
kulihat lebih jelas cerahnya pagi itu. Di sisi timur, Gunung Semeru dengan
deretan pegunungan tenggernya, berbaris rapi. Pinggir-pinggirnya dihiasi cahaya
berpendar dari matahari yang tengah bersiap mewarnai dunia. Di sisi utara, Gunung Arjuna dengan gagahnya berdiri sendiri menyongsong matahari. Di sebelah barat,
barisan Gunung Buthak dan Panderman masih diselimuti kabut tipis putih
berhiaskan sedikit cahaya keemasan matahari pagi yang sedang mengintip. “Cuaca
bagus,” pikirku. Mengingat ini musim penghujan. Hanya satu tempat yang
kupikirkan saat itu: perkampungan suku Tengger di dusun Ngadas.
Segera saya turun dan mandi. Tak ketinggalan pula kupersiapkan perlengkapan melukisku.
Tepat pukul 06.00 diriku berangkat segera menuju arah timur melawan hangatnya
matahari pagi. Disepanjang jalan, barisan pegunungan Tengger bebaris rapi
seakan bersiap menyambut kedatanganku.
30
menit kemudian, saya memasukki kota kabupaten Tumpang, kota terdekat dari
pegunungan Tengger. Di sudut pasar tradisional di kota itu, saya melihat 3 Jeep Land Cruiser parkir di depan sebuah minimarket. Jeep-jeep itu disewakan untuk
para pengunjung yang ingin menjelajahi komplek Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS). Pagi itu, shelter jeep ini dipenuhi oleh para pendaki yang
ingin menaklukkan gungung tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru.
Lepas dari
keramaian pasar, segera kupacu motor ku melintasi ladang warga menuju desa
Gubug Klakah. Jalanan mulai menanjak naik dengan landai. Pemandangan sudah
mulai berubah, bangunan-bangunan beton kota kini digantikan oleh perkebunan
warga dan deratan hijau tebing-tebing pegunungan di sisi kanan. Angin mulai
bertiup kencang, menerpa diriku dan motor 150cc ku seakan melayang tertiupnya.
Tepat pukul 07.00 aku melintasi kawasan air terjun Coban Pelangi di kanan
jalan. “Masih sepi,” pikirku, mungkin karena masih sangat pagi.
Jalan semakin sempit dan
hutan semakin lebat. Di sisi kanan pemandangan luar biasa dari lereng-lereng
curam pegunungan yang bawahnya dialiri sungai deras. Itu lah sungai yang
berasal dari Coban Pelangi. Dari atas, kulihat sungai itu mengalir berkelok-kelok
melintasi tengah cekungan bukit, yang lebih mirip huruf V. Vegetasi masih
sangat subur. Seluruh tebing curam itu tertutupi dengan pohon-pohon lebat.
Bukit
berbentuk V dengan sungai mengalir ditengahnya itu segera tertutup oleh
tebing-tebing terjal dan hutan. Jalan mulai tidak bersahabat, jalan yang
tadinya terbuat dari aspal halus kini berubah menjadi jalan batu yang kasar. Diriku
sadar jika kini sudah memasuki wilayah Taman Nasional BTN. Tidak lama kemudian
sebuah gapura terbuat dari besi melintang diatas jalan bertuliskan ucapan
selamat datang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar