Catatan:

Selasa, 10 Desember 2013

Mengunjungi Desa Tertinggi di Jawa (Part I)

Teks dan foto oleh Yudi Indra Setyawan


Udara dingin menembus dengan pelan melalui bilik jendela di kamar. Seolah pepohonan disekitar rumah menghela nafas. Sapuan anginya menerpa wajah dengan lembut dan membangunkanku pagi itu. Kulihat Consina digital watch ku menunjukkan pukul 05.10 hari sabtu. Segera kulihat keluar jendela. Hari itu tampak berbeda, langit bagaikan kanvas lukis yang telah dilukis gradasi ungu ke biru. Seperti nya hari ini cerah, gumamku dalam hati. Saya pun naik ke lantai tiga, kulihat lebih jelas cerahnya pagi itu. Di sisi timur, Gunung Semeru dengan deretan pegunungan tenggernya, berbaris rapi. Pinggir-pinggirnya dihiasi cahaya berpendar dari matahari yang tengah bersiap mewarnai dunia. Di sisi utara, Gunung Arjuna dengan gagahnya berdiri sendiri menyongsong matahari. Di sebelah barat, barisan Gunung Buthak dan Panderman masih diselimuti kabut tipis putih berhiaskan sedikit cahaya keemasan matahari pagi yang sedang mengintip. “Cuaca bagus,” pikirku. Mengingat ini musim penghujan. Hanya satu tempat yang kupikirkan saat itu: perkampungan suku Tengger di dusun Ngadas.

Segera saya turun dan mandi. Tak ketinggalan pula kupersiapkan perlengkapan melukisku. Tepat pukul 06.00 diriku berangkat segera menuju arah timur melawan hangatnya matahari pagi. Disepanjang jalan, barisan pegunungan Tengger bebaris rapi seakan bersiap menyambut kedatanganku.
 
30 menit kemudian, saya memasukki kota kabupaten Tumpang, kota terdekat dari pegunungan Tengger. Di sudut pasar tradisional di kota itu, saya melihat 3 Jeep Land Cruiser parkir di depan sebuah minimarket. Jeep-jeep itu disewakan untuk para pengunjung yang ingin menjelajahi komplek Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS). Pagi itu, shelter jeep ini dipenuhi oleh para pendaki yang ingin menaklukkan gungung tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru.

Lepas dari keramaian pasar, segera kupacu motor ku melintasi ladang warga menuju desa Gubug Klakah. Jalanan mulai menanjak naik dengan landai. Pemandangan sudah mulai berubah, bangunan-bangunan beton kota kini digantikan oleh perkebunan warga dan deratan hijau tebing-tebing pegunungan di sisi kanan. Angin mulai bertiup kencang, menerpa diriku dan motor 150cc ku seakan melayang tertiupnya. Tepat pukul 07.00 aku melintasi kawasan air terjun Coban Pelangi di kanan jalan. “Masih sepi,” pikirku, mungkin karena masih sangat pagi.



Jalan semakin sempit dan hutan semakin lebat. Di sisi kanan pemandangan luar biasa dari lereng-lereng curam pegunungan yang bawahnya dialiri sungai deras. Itu lah sungai yang berasal dari Coban Pelangi. Dari atas, kulihat sungai itu mengalir berkelok-kelok melintasi tengah cekungan bukit, yang lebih mirip huruf V. Vegetasi masih sangat subur. Seluruh tebing curam itu tertutupi dengan pohon-pohon lebat.


Bukit berbentuk V dengan sungai mengalir ditengahnya itu segera tertutup oleh tebing-tebing terjal dan hutan. Jalan mulai tidak bersahabat, jalan yang tadinya terbuat dari aspal halus kini berubah menjadi jalan batu yang kasar. Diriku sadar jika kini sudah memasuki wilayah Taman Nasional BTN. Tidak lama kemudian sebuah gapura terbuat dari besi melintang diatas jalan bertuliskan ucapan selamat datang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar